Melawat ke San Siro (1/9), sejatinya Roma datang dengan modal yang kurang bagus. Hanya dapat bermain imbang (bahkan nyaris kalah) di kandang, saat melawan Atalanta satu pekan sebelumnya, Roma harus pulang dengan kepala tertunduk saat keluar dari Kota Milan.
Pasukan Eusebio di Francesco kalah 2-1 dari anak-anak asuh Gennaro Gattuso, lewat gol yang diciptakan oleh Franck Kessie di menit 40, serta gol di menit akhir pertandingan dari Patrick Cutrone (90+5). Sedangkan Roma hanya mampu membalas satu gol lewat sepakan Federico Fazio, yang memanfaatkan kemelut hasil sepakan pojok di depan gawang Milan pada menit 59.
Kalah dengan selisih satu gol, nyatanya tidak membuat jalannya pertandingan bisa dibilang sengit. Alih-alih kalah secara jantan, dengan banyak melakukan perlawanan dan serangan-serangan mematikan ke kubu tuan rumah, Roma malah bermain jeblok dan tak bergairah.
Dengan hanya melepaskan tendangan ke gawang sebanyak 6 kali selama 90 menit, kesalahan-kesalahan elementer dalam hal operan bola, misalnya, membuat pemain-pemain sekaliber Cristante (75% operan sukses), El Sharaawy (76.9% operan sukses), hingga Pastore (77.1% operan sukses) terlihat seperti kumpulan pemain amatir yang baru saja bermain sepak bola untuk pertama kalinya.
Jiwa playmaker seorang Javier Pastore yang diharapkan dapat cepat menyatu dengan para gelandang Roma lainnya pun, masih terlihat gelagapan dan belum memberikan kontribusi signifikan untuk menginisiasi serangan-serangan balik cepat Roma.
Kebingungan lini belakang Roma dalam mengelola pertahanan juga, terbilang cukup fatal. Ditariknya Ivan Marcano dengan Stephan El Sharaawy seusai turun minum, menunjukkan kegalauan allenatore, Eusebio Di Francesco, untuk beralih dari formasi 3-4-3 di awal pertandingan ke skema 4-3-3, pasca babak kedua dimulai.
Absennya Alessandro Florenzi di sisi kanan pertahanan Roma, turut menyumbang analisis bagi kekalahan Roma atas Milan pagi tadi. Rick Karsdrop yang diharapkan dapat bermain apik dalam menggantikan posisi Florenzi, malah lebih sering terlambat turun ke belakang untuk membantu pertahanan akibat masalah stamina. Pasca sembuh dari cedera panjang, kebugaran fisik Karsdrop memang belum pulih 100%, hingga kemudian akhirnya harus ditarik keluar pada menit 77, diganti Davide Santon.
Dengan kekalahan yang diwarnai dua gol (Higuain dan N’zonzi) anulir oleh VAR (Video Assistant Refree), pekerjaan rumah Eusebio Di Francesco musim ini tentu bertambah berat. Selain karena harus berbenah dalam hal-hal yang sifatnya teknis, harmonisasi pemain-pemain baru dengan para pemain lama (baik di ruang ganti maupun di lapangan) perlu untuk diperhatikan.
Peran vital N’zonzi dan Pastore di lini tengah Roma, yang harus dikombinasikan dengan talenta brilian yang dimiliki Cristante atau Pellegrini, niscaya menjadi pekerjaan tidak mudah. Belum lagi ditambah dengan upaya dalam memaksimalkan kembali kemampuan Cengiz Under seperti musim lalu, pun mengasah bakat potensial Justin Kluivert dalam ritme kolektif permainan.
Semua pekerjaan itu, harus kembali dipusingkan dengan performa jantung pertahanan Roma yang dalam tiga partai awal liga, menunjukkan tren buruk. Catatan 59 kali lawan dapat dengan leluasa melakukan tendangan ke gawang, adalah contoh indikasi buruknya koordinasi yang dibangun Kostas Manolas cs, dalam 270 menit waktu normal.
Setidaknya masih ada waktu selama 15 hari ke depan bagi Di Francesco (sebelum menjamu Chievo Verona pada 16 September mendatang), untuk membereskan satu per satu tumpukan masalah tadi. Sebelum akhirnya potensi kritikan tajam dari para Romanisti mengalir deras, sederas biaya transfer musim ini yang menelan dana kurang lebih 140 Juta Euro.
[linggar]
Komentar
Belum Ada Komentar
Tambahkan Komentar